- Berdiri bagi yang mampu
- Takbiiratul-Ihraam,
- Membaca Al-Fatihah pada setiap rakaatnya,
- Ruku’,
- I’tidal setelah ruku’,
- Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh sebanyak dua kali dengan tuma’ninah,
- Duduk di antara dua sujud,
- Thuma’ninah (Tenang) dalam semua amalan,
- Tertib rukun-rukunnya,
- Tasyahhud Akhir,
- Duduk untuk Tahiyyat Akhir,
- Shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
- Salam dua kali.
7. Membaca Al-Fatihah
Al-Fatihah sebagai rukun keutamaan dalam shalat, caranya dibaca setelah membaca ta’awudz yang dimulai dengan membaca kalimat bismillaahir rahmaanir rahiim, sebagaimana diterangkan :“Ketika kamu membaca alhamdu, hendaklah kamu membaca bismillaahir rahmaanir rahiim.” (HR. Ad-Daruquthni)
Anas pernah berkata :“Saya pernah mendengar Rasulullah saw. Membaca bismillaahir rahmaanir rahiim dengan nyaring.” (HR. Hakim)
Telah berkata Abu Hurairah :“Adalah Nabi saw. Apabila menjadi imam, beliau memulai dengan bacaan bismillaahir rahmaanir rahiim.” (HR. Daruquthni)
Dari Ummi Salamah, sesungguhnya ia telah ditanya tentang bacaan Rasulullah saw., maka ia selalu menjawab : “Adalah Nabi memutuskan bacaan seayat-seayat, bismillaahir rahmaanir rahiim (berhenti), kemudian al-hamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dari Qatadah, ia berkata bahwa Anas telah ditanya tentang bagaimana bacaan Nabi saw., kemudian ia menjawab : “Bacaannya panjang; beliau membaca bismillaahir rahmaanir rahiim, dengan memanjangkan lafadz rahmaan dan rahiim.” (HR. Bukhari)
Abu Bakar Al-Hanafi berkata : Telah meriwayatkan kepada kami, ‘Abdul Hamid Ibnu Ja’far. Telah menceritakan kepadaku Nuh Ibnu Bilal, dari Sa’id Ibnu Abu Al-Maqbari, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. Bersabda :“Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin itu tujuh ayat; salah satunya adalah bismillaahir rahmaanir rahiim. (Al-Fatihah) itu merupakan as-sab’ul matsaani (tujuh ayat yang diulang-ulang), Al-Qur’an ‘azhim, ummul Qur’an, dan Fatihatul Kitab (pembuka Al-Qur’an).”Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Al-Ausath dengan sanad yang rijalnya tsiqat.
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata :“Rasulullah saw. Bersabda : ‘Jika kamu sekalian akan membaca alhamdulillaahi rabbil ‘alamiin (Al-Fatihah), bacalah bismillaahir rahmaanir rahiim, itu adalah ummul Qur’an, ummul kitab dan as’sab’ul matsaani, sedangkan bismillaahir rahmaanir rahiim adalah salah satunya.” (HR. Daruquthni)
Kewajiban membaca Al-Fatihah ini berlaku bagi makmum dan imam (jika shalatnya tidak nyaring), sedang pada shalat jahar, ma’mum diperintahkan untuk membaca dalam hati dan memperhatikan bacaan imam. Rasulullah saw. Bersabda :“Adakah di antara kalian tadi yang membaca bersamaan denganku?” Salah seorang menjawab : “Ya, saya ya Rasulullah.” Nabi bersabda : “Sekarang aku katakan, aku tak perlu disaingi.” (HR. Daruquthni, Abu Dawud : 826, Tirmidzi)
Hadits dari Jabir r.a., ia berkata :“Barangsiapa melakukan shalat satu raka’at, tetapi tidak membaca Al-Fatihah, maka dia tidak shalat, kecuali dia menjadi ma’mum.” (HR. Imam Malik dan Imam Tirmidzi) Imam Tirmidzi menshahihkannya.
Membaca Al-Fatihah dalam shalat hukumnya wajib. Rasulullah bersabda :
“Tidak ada shalat (yang sah) bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah (Fatihah al-kitab).” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Ubadah bin Shamit)
“Barangsiapa yang shalat tidak membaca ummul Qur’an (Al-Fatihah), maka shalatnya tidak sempurna.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim : I : 168)
Adapun cara membaca Al-Fatihah adalah sebagai berikut :
Ayat 1. Bismillaahir rahmaanir rahiim (Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).
Ayat 2.Alhamdu lillaahi rabbil ‘alamiin (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam).
Ayat 3.Ar-rahmaanir rahiim (Maha Permurah lagi Maha Penyayang).
Ayat 4. Maaliki yaumid diin (Yang menguasai hari pembalasan )
Ayat 5. Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin (Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan).
Ayat 6.Ihdinas shiraathal mustaqiim (Tunjukilah kami jalan yang lurus).
Ayat 7.Shiraathal ladziina an’amta ‘alaihim, ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa ladh dhaalliin (Yaitu jalan orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat).
Setelah membaca “wa ladh dhaalliin”, maka disambung dengan cara pengucapan “aamiin”, baik berjamaah maupun munfarid.
Rasul bersabda :“Bacalah aamiin, maka kamu akan dicintai Allah.” (HR. Abu Dawud : 972)
Pada suatu riwayat (disebutkan) : “Jika imam selesai membaca ghairil maghdhuubi ‘alaihim, wa ladh dhaalliin, ucapkanlah amin, sesungguhnya malaikat mengucapkan aamiin dan imam pun mengucapkan aamiin. Barangsiapa yang pengucapan aamiinnya bersamaan dengan pengucapan aamiin malaikat, pasti diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Imam Ahmad dan Imam Nasa’i)
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata :“Apabila Rasulullah saw. telah mengucapkan ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa ladh dhaalliin, beliau mengucapkan aamiin, sehingga terdengar oleh ma’mum yang ada pada shaf pertama.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). Ibnu Majah berkata :“… sehingga ucapan aamiin Rasulullah saw. itu terdengar oleh ma’mum pada shaf pertama, sehingga dengan suara itu (aamiin) masjid menjadi gemuruh.“ Juga diriwayatkan oleh Daruquthni :“Isnad hadits ini hasan.” Al-Hakim juga mengatakan :“Hadits ini shahih mengikuti syarat (shahihnya) kitab.” Baihaqi mengatakan : “Hadits ini hasan shahih.” Pada Hadits Tirmidzi terdapat syad.
“Sesungguhnya Nabi saw. apabila membaca ‘Wa ladh dhaalliin’, beliau mengucapkan : ‘aamiin’ dan beliau menyaringkan suaranya.” (HR. Tirmidzi : 248)
Aamiin artinya semoga Allah mengabulkan.
Setelah membaca Al-Fatihah, diteruskan dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an pada rakaat pertama dan kedua jika munfaridh (sendiri) atau imamnya membaca dengan sir (pelan).
Dari Abu Qatadah r.a., ia berkata bahwa Nabi saw. (pernah) membaca – ketika shalat Zhuhur dan ‘Ashar pada dua raka’at – Fatihah al-kitab (Al-Fatihah) dan kadang-kadang beliau memperdengarkan bacaannya (dengan keras) kepada kami, juga membaca – pada dua raka’at terakhir – Fatihah al-kitab. (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud)
Adapun surat yang dibaca setelah Al-Fatihah diserahkan kepada yang mengerjakan shalat sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya. Caranya, Jika mengimami, ia harus melihat situasi dan kondisi ma’mum, mungkin ada yang sakit, ada yang berhajat, orang tua, sehingga tidak memanjangkan bacaannya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :“Jika kamu mendirikan shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbir, kemudian membaca ayat-ayat yang mudah dari Al-Qur’an”) (HR. Bukhari I : 192)
Telah berkata Abu Sa’id :“Kami diperintah (oleh Rasulullah) supaya membaca Al-Fatihah dan apa-apa (ayat atau surah) yang mudah.” (HR. Abu Dawud)
Selanjutnya, setiap perpindahan dari satu rukun ke rukun yang lainnya, disunnahkan dengan cara membaca takbir (allaahu akbar). Cara takbir seperti ini disebut intiqal. Adapun cara pengangkatan tangan berlaku untuk :
7.1. Memulai shalat (takbiratul ihram);
7.2. Takbir untuk ruku’;
7.3. Mengangkat kepala (bangkit dari ruku’) dan
7.4. Bangkit setelah raka’at kedua (tahiyyatul awal).
Dari Ibnu ‘Umar r.a., ia berkata :“Aku melihat Rasulullah saw. Jika beliau memulai shalat beliau mengangkat kedua tangannya sampai setentang (mendekati) kedua bahunya.Demikian pula jika beliau hendak ruku’ dan setelah mengangkat kepalanya dari ruku’.Akan tetapi beliau tidak melakukan itu ketika antara dua sujud.” (HR. Imam Malik, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai’i, Ibnu Majah, Daruquthni dan Imam Baihaqi)
Imam Baihaqi menambahkan :“Begitulah cara shalat Rasulullah saw., sampai beliau menemui Allah swt.”
Dari Ibnu ‘Umar r.a., ia berkata :“Nabi saw. Apabila berdiri hendak shalat, beliau mengangkat kedua tangannya sampai setentang (sejajar atau mendekati) kedua bahunya, kemudian beliau bertakbir (untuk ruku’) dengan kedua tangannya seperti posisi tersebut, lalu ruku’, kemudian ketika beliau akan mengangkat punggungnya dari ruku’, beliau pun mengangkat kedua tangannya sampai setentang dengan kedua bahunya, kemudian beliau mengucapkan ‘sami’allaahu li man hamidah’ (semoga Allah swt. Mendengarkan orang yang memuji-Nya).Akan tetapi, beliau tidak mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud dan selalu mengangkat keduanya setiap bertakbir sebelum ruku’, sampai selesai shalatnya.” (HR. Abu Dawud)
Juga dalam lafazh Daruquthni :“Beliau mengangkat kedua tangannya, sehingga ketika mendekati kedua bahunya, beliau bertakbir (mengucapkan allaahu akbar). Jika hendak ruku’ beliau mengangkat kedua tangannya sampai setentang kedua bahunya, lalu beliau ruku’. Demikian pulah jika hendak mengangkat punggungnya, beliau mengangkat kedua tangannya sampai kedua bahunya, lalu beliau mengucapkan ‘sami’allaahu li man hamidah’, lalu beliau sujud, tetapi tidak mengangkat kedua tangannya setiap takbir sebelum sujud sampai selesai shalatnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar